Budaya Angngaru' Budaya Angngaru' ~ RamdhaniBlog

Jumat, 06 Januari 2012

Budaya Angngaru'


Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawan dan budayanya. Berbicara mengenai budaya,tentu beribu stigma yang muncul di kepala para khalayak.Kebudayaan kita ibarat  telur di ujung tanduk  hampir tenggelam oleh pengaruh globalisasi yang semakin menggeliat ditengah-tengah arus perkembangan zaman.
Sebelum masuk ke inti budaya tersebut sebagian masyarakat hampir tidak
mengenal budaya lokal ini dan sebagian masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Sulawesi Selatan menganggap bahwa budaya ini hanya sebagai
penghias sejarah masa lampau. Tidak diketahui kapan muncunya budaya Angngaru tersebut, tapi dipastikan sudah ada di zaman fase kerajaan
Budaya Angngaru adalah salah satu Tarian Kreasi Sulawesi Selatan pada umumnya dan bugis Makassar pada khususnya. Dahulu budaya ini sangat sakral di kalangan para bangsawan (karaeng) karena menjadi tradisi lokal dalam upacara pernikahan dan di dalam penyambutan tamu penting dikalangan para Raja.Tari kreasi ini berisi mengenai pesan moral,penjagaan terhadap bahaya,dan kesiagaan perlindungan yang terkandung didalam gerakan tarian tersebut di sertai ucapan lantang yang menarik urat-urat leher.

Pada upacara pernikahan, Tarian ini biasa di bawakan sebanyak tiga kali ini pada prosesi Pernikahan, yakni yang pertama pada prosesi Mappaduppa Guru (Imam Kampung),yaitu sebelum rombongan Padduppa Guru naik ke rumah Guru (Imam Kampung) lebih dahulu diadakan penyambutan di depan tangga Guru tersebut. Yang kedua pada prosesi Mappacing, Yaitu  setelah guru (Imam Kampung) orang Tua dan para kerabat mempelai. Usai memberi ucapan doa-doa lewat bunga korontigi yang dilumuri lewat tangan diatas daun pisang yang di Lapiki’ (lapisi) dengan bantal sebagai pengalas daun tersebut. Tarian ini di bawakan dua atau tiga orang dengan bergantian memasuki Lamming (kamar) mempelai. tetapi makna dari tarian tersebut sama Cuma yang membedakan hanya orangnya yang bergantian dan diselingi alunan ganrang (musik tradisional) dan lantunan suara Assikkiri’ (berisi puja-pujaan dan rasa syukur terhadap Allah Swt dan Rasululah S.A.W beserta para sahabatnya). Yang ketiga Pada  prosesi penyambutan Mempelai Laki-laki yang hendak ke rumah sang Mempelai Wanita sebelum Proses A’nikkah (Ijab Kabul) di laksanakan oleh Guru (Imam) setempat.
Dianggap sakral, karena tidak semua orang yang bisa membawakan tarian tersebut,orang yang angngaru hanya bisa di hitung jari akan keberadaannya disetiap kelompok masyarakat Sulawesi selatan. Budaya terebut biasa di kombinasikan dengan senjata khas Sulawesi Selatan Yaitu badik sebagai symbol penjagaan dan perlindungan.
Tapi sungguh sangat ironis tarian tersebut hampir punah, tidak ada lagi generasi muda ataupun ada sangat nihil akan keberadaannya yang ingin melanjutkan tari tradisi tersebut.
Dulu waktu saya membawakan tarian tersebut, merupakan kebanggaan tersediri sebagai sebagai generasi muda yang peduli akan kekayaan  budaya yang di miliki oleh nusantara ini pada umunya dan budaya suku bugis-makassar pada khususnya yang hampir punah oleh efek Globalisasi.  Kalau  bukan kita siapa lagi yang akan melestarikan kekayaan budaya kita, dan kalau bukan sekarang kapan lagi.”ujar Syaharuddin”.
Di dalam budaya tersebut generasi muda sangat kurang meminati bahkan mempelajari  akan peninggalan budaya ini. Inilah warisan nusantara dan warisan peninggalan nenek moyang kita. Untuk mempelajari budaya nusantara bagi kaum muda harus di tanamkan dalam jiwa kita yaitu  siri’ na pacce yang kurang di terapkan oleh generasi muda nusantara bahkan di Sulawesi Selatan itu sendiri.”ujar dhani”.
Mahasiswa Yapim Maros

2 komentar: